Pengikut

Minggu, 18 Desember 2016

Metode Berfilsafat


Istilah metode berasal dari kata Yunani, methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau mengusut, menyelidiki dan meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar kata meta (dengan) dan hodos (jalan). Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode yang benar dan tepat akan menjamin kebenaran yang diraih.
Oleh karena itu, setiap cabang ilmu pengetahuan harus mengembangkan metodologi yang sesuai dengan objek studi ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini merupakan suatu keharusan karena sesungguhnya tidak ada satu metode yang cocok digunakan bagi semua bidang ilmu pengetahuan. Filsafat pun memiliki metode sendiri, namun harus ditegaskan pula bahwa filsafat sesungguhnya tidak memiliki metode tunggal yang digunakan oleh semua filsuf sejak zaman purba hingga sekarang ini. Dapat dikatakan bahwa jumlah filsafat adalah sebanyak jumlah filsufnya. Sangat banyak metode filsafat yang digunakan oleh para filsuf dari dahulu sampai sekarang ini.
1.    Metode Zeno : Reductio ad Absurdum
Memang Zeno dikenal sebagai seorang pemikir jenius yang berhasil mengembangkan metode untuk meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan premis-premis lawan, yang caranya ialah mereduksikannya menjadi suatu kontradiksi sehingga konklusinya pun menjadi mustahil ( reduction ad absurdum ).
Zeno sependapat dengan Parmenides yang mengatakan bahwa realitas yang sesungguhnya di alam semesta ini hanya satu. Untuk mempertahankan monisme dari serangan plularisme, dengan metode reductio ad absurdum Zeno mengatakan bahwa seandainya ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan titik B, berarti kita juga harus mengakui adanya suatu jumlah tak terbatas karena akan senantiasa terdapat titik di antara titik-titik itu, dan demikian seterusnya. Akan tetapi, ternyata bahwa orang dapat berjalan dari A ke B, dan itu berarti bahwa jarak A ke B dapat dilintasi. Oleh karena itu, hipotesis semula, yang menyatakan bahwa ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan B adalah tidak benar. Jadi, jelas bahwa pluralitas itu absurd, tidak masuk akal, dan mustahil.
Parmenides juga pernah mengatakan bawha tidak ada ruang kosong, yang berarti bahwa yang ada tidak berada dalama ada yang lain karena yang ada senantiasa mengisi seluruh tempat. Parmenides pun pernah mengatakan bahwa jika ruang kosong itu tidak ada, berarti bahwa gerak pun tidak ada. Untuk membuktikan kebenaran ajaran gurunya itu, Zeno mengemukakan empat contoh sebagai berikut :
1)      Dikotomi paradox.
2)      Akhilles, si juara lari.
3)      Anak Panah
4)      Benda yang bergerak bertentangan.
Metode Zeno member nilai abadi bagi filsafat karena memang tidak satu pun pernyataam yang melahirkan pertentangan dapat dianggap benar. Metode yang dikembangkan oleh Zeno sangat berguna dalam suatu perdebatan karena dengan metode itu ia telah member dasar yang kokoh bagi argumentasi-argumentasi yang rasional dan logis. Zeno juga dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan metode dialektik, dalam arti mencari kebeneran lewat perdebatan atau bersoal jawab secara sistematis.
2.    Metode Sokrates : Maieutik Dialektis Kritis Induktif
Bagi Sokrates, kebenaran objektif yang hendak digapai bukanlah semata-mata untuk membangun suatu ilmu pengetahuan teoritis yang abstrak, tetapi justru untuk meraih kebajikan karena, menurut Sokrates, filsafat adalah upaya untuk mencapai kebajikan. Kebajikan itu harus tampak lewat tingkah laku manusianyang pantas, yang baik dan terpuji. Untuk menggapai kebenaran objektif itu, Sokrates menggunakan suatu metode yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang amat erat digenggamnya.
Sokrates begitu yakin bahwa pengetahuan akan kebenaran objektif itu tersimpan dalam jiwa setiap orang sejak masa praeksistensinya. Karena itu, Sokrates tidak pernah mengajar tentang kebenaran itu, melainkan berupaya untuk menolong untuk mengungkapkan apa yang memang ada dan tersimpan dalam jiwa seseorang. Sokrates merasa terpanggil utnuk melakukan tugas yang mirip ibunya (ibunya adalah bidan), maka cara yang digunakannya pun disebutnya maieutika tekne (teknik kebidanan).
3.    Metode Plato : Deduktif Spekulatif Transendental
Plato memusatkan perhatiannya pada pada bidang yang amat luas, yaitu mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Dari berbagai ilmu pengetahuan yang diminatinya itu, eksaktalah bidang ilmu yang memperoleh tempat istimewa. Pada umumnya para ahli membagi dialog-dialog Plato ke dalam tiga periode :
1)      periode dialog-dialog awal, disebut juga sebagai oeriode penyelidikan (inquiry)
2)      periode dialog-dialog pertengahan, disebut juga sebagai periode spekulasi/pemikiran (speculation).
3)      periode dialog-dialog akhir, disebut juga sebagai periode kritisisme, penilaian dan aplikasi (critism, appraisal, and application).
Inti dan dasar dari seluruh filsafat Plato ialah ajaran-ajaran tentang ide-ide. Plato percaya bahwa ide yang tertangkap oleh pikiran lebih nyata daripada objek-objek material yang terlihat oleh mata. Hanya ide yang merupakan realitas yang sesungguhnya dan abadi
4.    Metode Aristoteles: Silogistis Deduktif
Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru. Kedua metode itu disebut metode induktif dan metode deduktif. Induksi ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal khusus. Deduktif adalah cara menarik konklusi yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Baik deduksi maupun induksi, keduanya dipaparkan oleh Aristoteles di dalam logika
Inti logika adalah silogisme. Silogisme merupakan alat dan mekanisme penalaran untuk menarik konklusi yang benar berdasarkan premis-premis yang benar. Bagi Aristoteles, metode deduksi merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi demi mencapai kebenaran dan pengetahuan baru. Demikianlah metodenya dikenal sebagai metode silogistis deduktif.
Immanuel Kant mengatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles sejak semula sudah sempurna sehingga tidak mungkin bertambah sedikit pun.
5.    Metode Plotinos :Kontemplatif-Mistis
Plotinos merupaka filsuf neoplatonis. Filsafat Plotinos didasarkan pada ajaran Plato, khususnya mengenai ide kebaikan selaku ide yang tertinggi di dalam filsafat Plato. Karena Plotinos menggunakan istilah-istilah dan mengembangkan dasar-dasar pemikiran Plato, filsafat Plotinos disebut neoplatonisme. Tetapi tidak berarti ia hanya mempelajari filsafat Plato, ia mempelajari berbagai filsafat lainnya. Filsafat Plotinos merupakan sintesis dari semua filsafat yang mendahuluinya walaupun memang terlihat dengan jelas bahwa pengaruh Platonisme sangat dominan
Filsafat Plotinos merupakan suatu sistem yang hendak menjelaskan asal mula dan tujuan seluruh realitas, termasuk manusia. Menurutnya filsafat bukan hanya merupakan doktrin melainkan juga merupakan suatu jalan kehidupan. Karena itu metode Plotinos disebut metode kontemplatif-mistis.
6.    Metode Descartes: Skeptis
Filsafat Descartes yang paling terkenal yaitu: cogito ergo sum, (aku berpikir maka aku ada). Bagi Descartes, manusia harus menjadi titik berangkat dari pemikiran yang rasional demi mencapai kebenaran yang pasti. Untuk mencapai kebenaran yang pasti itu, rasio harus berperan semaksimal mungkin.
Cara untuk mencapai kebenaran dengan pasti, membutuhkan keraguan. Apabila melalui keraguan yang begitu radikal ada suatu kebenaran yang saggup bertahan sehingga tidak mungkin lagi diragukan kebenarannya, maka kebenaran itu adalah kebenaran yang pasti. Setelah meragukan segala sesuatu, Descartes menemukan bahwa ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu: saya sedang meragukan segala sesuatu, sedang berpikir, dan jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada. Ini karena tidak mungkin yang tidak ada dapat berpikir dan dapat meragukan segala sesuatu.
7.    Metode Francis Bacon: Induktif
Secara umum dapat dikatakan bahwa pandangan-pandangan Bacon bersifat praktis, konkret, dan utilitaris. Untuk mengenal sifat-sifat segala sesuatu, dibutuhkan penelitian-penelitian yang empiris. Pengalamanlah yang menjadi dasar pengetahuan. Pengetahuan itu sangat penting dan sangat diperlukan oleh manusia karena hanya dengan pengetahuanlah manusia sanggup menaklukka alam kodrat.
Menurut Bacon, logika silogistis tradisional tidak sanggup menghasilkan penemuan-penemuan empiris. Ia mengatakan bahwa logika silogistis tradisional hanya dapat membantu mewujudka konsekuensi deduktif dari apa yang sebenarnya telah diketahui. Agar pengetahuan itu berkembang dan memperoleh pengetahuan baru, metode deduktif harus ditinggalkan dan diganti dengan metode induktif.
Metode induktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal-hal yang umum. Bacon memang bukan penemu metode induktif, namun ia berupaya memperbaiki dan menyempurnakan metode itu melalui pengkombinasian metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang cermat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar