Para Sufi
berkata bahwa alasan penciptaan adalah karena Yang Mahasempurna ingin
mengetahui diri-Nya, dan melakukannya dengan membangkitkan cinta dari sifat-Nya
dan membuatnya menjadi obyek cinta, yang merupakan keindahan. Dengan makna ini,
para darwis saling menghormati satu sama lain dengan berkata, "Ishq Allah,
Ma'bud Allah" -- 'Allah adalah cinta dan Allah adalah [kekasih] yang
dicintai.'
Seorang penyair
Hindustan berkata, "Hasrat untuk melihat kekasih membawaku ke dunia, dan
hasrat yang sama untuk melihat kekasih membawaku ke surga."
Karena cinta
merupakan sumber ciptaan dan pemelihara nyata dari semua keberadaan, maka, bila
manusia tahu bagaimana cara memberikannya kepada dunia di sekelilingnya sebagai
simpati, sebagai kebaikan, pelayanan, ia memberi kepada semuanya makanan kepada
setiap jiwa yang lapar. Jika orang mengetahui rahasia hidup ini ia akan
menguasai dunia dengan pasti.
Cinta selalu
dapat dikenal di dalam gagasan, ucapan, dan perbuatan orang yang mencintai,
karena setiap ekspresinya terdapat kehangatan yang muncul sebagai keindahan,
kelembutan, dan kehalusan. Hati yang terbakar oleh api cinta cenderung untuk
melelehkan setiap hati yang dijumpainya.
Cinta menghasilkan
pesona pada pecinta sehingga sementara ia mencintai seseorang, semua mencintai
pecinta itu. Magnetisme cinta dijelaskan oleh seorang penyair Hindustan:
"Mengapa tidak semua hati dilelehkan menjadi tetesan-tetesan oleh api yang
dipelihara hatiku sepanjang hidupku? Karena sepanjang hidup aku meneteskan air
mata derita karena cinta, pecinta berkunjung ke kuburku penuh dengan air
mata." Untuk mengajarkan cinta, Nabi Isa berkata, "Aku akan membuatmu
menjadi pemancing manusia." Jalaluddin Rumi berkata: "Setiap orang
tertarik kepadaku, untuk menjadi sahabatku, tapi tak seorang pun tahu apa di
dalam hatiku yang menariknya."
Cinta itu alami
dalam setiap jiwa. Semua pekerjaan dalam hidup, penting atau tak penting, dalam
suatu cara cenderung ke arah cinta; karena itu tak seorang pun di dunia yang
dapat disebut sepenuhnya tanpa cinta. Cinta adalah sesuatu yang dibawa setiap
jiwa ke dunia, tetapi setelah tiba di dunia, orang berperan dalam semua
kualitas tanpa cinta. Andai tidak, kita pasti sudah pahit, cemburu, marah, dan
penuh kebencian ketika kita lahir. Bayi tak punya kebencian. Anak kecil yang
kita sakiti, dalam beberapa menit akan datang dan memeluk kita.
Mencintai,
memuja seseorang yang berhubungan dengan kita baik dalam hal kelahiran, ras,
kepercayaan atau hubungan duniawi lain, datang dari cinta jiwa. Kadang-kadang
jatuh cinta pada pandangan pertama, kadang-kadang kehadiran seseorang menarik
kita seperti magnet, kadangkadang kita melihat seseorang dan merasa,
"Mungkin aku telah mengenalnya." Kadang-kadang kita berbicara dengan
orang lain dan merasakan mudah memahami seolah-olah kedua jiwa saling mengenal.
Semua ini berkaitan dengan 'pasangan jiwa'.
Hati yang
tercerahkan dan cinta lebih berharga daripada semua permata di dunia. Ada
berbagai macam hati sebagaimana adanya berbagai macam unsur di dunia. Pertama,
hati dari metal perlu lebih banyak waktu dan lebih banyak api cinta untuk
memanaskannya, setelah panas ia akan meleleh dan dapat dibentuk menurut
kehendak ketika itu, namun kemudian menjadi dingin kembali. Kedua, hati yang
terbuat dari lilin, yang segera meleleh ketika bersentuhan dengan api, dan bila
mempunyai sumbu ideal, ia akan mempertahankan api itu hingga lilin habis
terbakar. Ketiga, hati dari kertas yang dapat menyala dengan cepat ketika bersentuhan
dengan api dan berubah menjadi abu dalam sekejap.
Cinta itu
seperti api. Nyalanya adalah pengorbanan, apinya adalah kearifan, asapnya
adalah keterikatan, dan abunya adalah keterlepasan. Api muncul dari nyala,
demikian pula kearifan yang muncul dari pengorbanan. Bila api cinta
menghasilkan nyala, ia menerangi jalan, dan semua kegelapan lenyap. Bila
daya-hidup bekerja di dalam jiwa, itu adalah cinta; bila bekerja di dalam hati,
itu adalah emosi, dan bila bekerja di dalam tubuh, itu adalah nafsu. Karena itu
orang yang paling mencinta adalah yang paling emosional, dan yang paling
emosional adalah yang paling bernafsu, sesuai dengan dataran yang paling
disadarinya. Bila ia bangkit di dalam jiwa, ia mencintai; bila bangkit di dalam
hati, ia emosional; bila sadar akan tubuh, ia bernafsu. Ketiganya dapat
digambarkan dengan api, nyala api, dan asap. Cinta adalah api di dalam jiwa, ia
adalah nyala api bila hati dinyalakan, dan ia adalah asap bila ia menjelma
melalui tubuh.
Cinta pertama
adalah bagi diri sendiri. Bila dicerahkan, orang melihat manfaatnya yang sejati
dan ia menjadi orang suci. Tanpa cahaya pencerahan, manusia menjadi egois
hingga ia menjadi setan. Cinta kedua diperuntukkan bagi lawan jenis kelamin.
Bila demi cinta, ia bersifat surgawi; dan bila demi nafsu, ia bersifat duniawi.
Bila cukup murni, cinta ini tentu dapat menghilangkan gagasan tentang diri
sendiri, tetapi manfaatnya tipis dan bahayanya besar. Cinta ketiga
diperuntukkan bagi anak-anak, dan ini merupakan pelayanan pertama bagi makhluk
Allah. Memberikan cinta kepada anak-anak, adalah memanfaatkan dengan
sebaik-baiknya apa yang dipercayakan oleh Pencipta, tetapi bila cinta ini
meluas hingga mencakup seluruh ciptaan Allah, hal ini mengangkat manusia
menjadi orang-orang pilihan Allah.
Cinta orang tua
kepada anak-anaknya jauh lebih besar daripada cinta akan-anak itu kepada orang
tuanya, karena semua pemikiran penggunaan tua terpusat pada anak, tetapi cinta
anak mula-mula terpusat pada diri sendiri. Muhammad s.a.w. ditanya seseorang,
"Cinta siapa yang lebih besar, cinta anak-anak kepada orang tua mereka,
atau cinta orang tua kepada anak-anaknya?" Beliau menjawab, "Cinta
orang tua lebih besar, karena sementara melakukan semua hal, mereka berpikir
bagaimana agar anaknya tumbuh dan bahagia, seolah-olah ia mengharap untuk hidup
di dalam kehidupan anak-anaknya setelah ia mati; sementara anak-anak yang saleh
berpikir bahwa suatu hari orang tuanya akan mati, dan dengan demikian mereka
hanya sebentar dapat melayani orang tua mereka." Orang itu bertanya,
"Cinta ayah atau ibu-kah yang lebih besar?" Nabi menjawab, "Ibu.
Ia berhak memperoleh penghormatan dan pelayanan, karena surga terletak di bawah
kakinya." Cinta orang tua adalah cinta yang paling diberkahi, karena cinta
mereka sebening kristal.
Tiada daya yang
lebih besar daripada cinta. Semua kekuatan muncul ketika cinta bangkit di dalam
hati. Orang berkata, "Ia berhati lembut, ia lemah," tetapi banyak
orang yang tidak tahu kekuatan apa yang muncul dari hati yang menjadi lembut
dalam cinta. Seorang serdadu bertempur di medan perang demi cinta kepada
rakyatnya. Setiap pekerjaan yang dilakukan dalam cinta, dilakukan dengan
seluruh daya dan kekuatan. Khawatir dan alasan, yang membatasi daya, tak mampu
melawan cinta. Seekor induk ayam, meskipun sangat takut, dapat melawan seekor
singa untuk melindungi anak-anaknya. Tiada sesuatu yang terlalu kuat bagi hati
yang mencintai. Daya cinta menyelesaikan semua urusan dalam hidup sebagaimana
daya dinamit yang mengalahkan dunia. Dinamit membakar segala sesuatu, demikian
pula cinta: bila terlalu kuat ia menjadi roda pemusnah, dan segalanya menjadi
salah dalam hidup pecinta. Itulah misteri yang menjadi penyebab penderitaan
hidup seorang pecinta. Namun, pecinta itu mengambil manfaat dalam kedua kasus.
Bila ia menguasai keadaan, ia seorang penguasa (master). Bila ia kehilangan
semuanya, ia orang suci.
Cinta mengatasi
[berada di atas] hukum, dan hukum berada di bawah cinta. Keduanya tak dapat
dibandingkan. Yang satu dari langit, yang satu dari bumi. Bila cinta mati,
hukum mulai hidup. Maka, hukum tak pernah menemukan tempat bagi cinta, demikian
pula cinta tak dapat membatasi diri dengan hukum; hukum itu terbatas, dan cinta
itu tak berbatas. Seseorang tak dapat memberi alasan mengapa ia mencintai orang
tertentu, karena tiada alasan bagi segalanya kecuali cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar