Mengingat perbedaan makna yang disebutkan tentang ilmu dan filsafat, hubungan di antaranya juga menjadi berbeda sesuai dengan makna yang digunakan. Jika “ilmu” dipakai untuk arti kesadaran secara tak terikat, atau jika ia dipakai untuk arti kumpulan proposisi yang saling berkaitan, ia artinya jadi lebih umum daripada filsafat. Soalnya, ia mencakup proposisi-proposisi partikular dan ilmu-ilmu konvensional. Jika ilmu dipakai untuk arti proposisi-proposisi universal hakiki, ia menjadi setara dengan filsafat dalam arti kuno. Jika dipakai untuk arti proposisi-proposisi empiris, ia menjadi lebih sempit daripada filsafat dalam arti kuno dan bertentangan dengan filsafat dalam arti modern (baca: himpunan proposisi nonempiris). Demikian pula, metafisika merupakan bagian filsafat dalam arti kuno dan setara dengan filsafat dalam salah satu makna modernnya.
Perlu dicatat bahwa pertentangan filsafat dan ilmu dalam
arti modern, seperti diketengahkan oleh para positivis, tidak lain bertujuan
untuk merendahkan nilai filsafat dan mengingkari kedudukan akal dan nilai
pemahaman intelektual. Anggapan itu jelas-jelas tidak benar. Saat mengupas
epistemologi, saya akan menerangkan bahwa nilai pemahaman intelektual bukan
saja tidak kurang dibandingkan dengan pengetahuan indriawi dan hasil pengalaman
(experiential), melainkan lebih tinggi daripada keduanya. Bahkan, nilai
pengetahuan hasil pengalaman bermuara pada nilai pemahaman intelektual dan
proposisi-proposisi filosofis.
Atas dasar itu, penyempitan makna ilmu pada pengetahuan
empiris dan filsafat pada sesuatu yang nonempiris bisa diterima kalau cuma
sebatas perkara terminologi, tapi perbedaan kedua istilah itu tidak untuk
mencitrakan soal-soal filsafat dan metafisika sebagai persangkaan kosong. Demikian
pula, label “ilmiah” tidak memberikan keunggulan pada suatu kecenderungan
filosofis. Label itu laksana tambalan yang tidak pas pada filsafat, sehingga
hanya akan menandakan kebodohan dan upaya demogogis pemasangnya.
Klaim bahwa prinsip-prinsip filsafat seperti materialisme
dialektika berasal dari hukum-hukum empiris adalah keliru, lantaran tiadak
hukum-hukum suatu ilmu (empiris) yang dapat digeneralisasikan pada ilmu lain,
apalagi pada seluruh eksistensi. Misalnya, hukum-hukum psikologi dan biologi tidak
dapat digeneralisasikan pada fisika atau kimia atau matematika, dan demikian
pula sebaliknya. Hukum-hukum suatu ilmu tidak berarti apa-apa di luar bidangnya
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar