Filsafat politik dan filsafat kesadaran berdiri di dalam bayang-bayang definisi filsafat di atas. Filsafat politik adalah cabang dari filsafat yang hendak memahami hakekat dari kehidupan politik manusia, dan memberikan arahan tentang cara menciptakan politik yang mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi semua. Filsafat kesadaran adalah cabang filsafat yang hendak memahami hakekat dari kesadaran manusia. Keduanya menggunakan metode yang bersifat logis, kritis, rasional, ontologis dan sistematis.
Filsafat politik hendak menemukan ide dan prinsip yang
memungkinkan adanya masyarakat, atau komunitas, dalam segala bentuknya. Inilah
yang disebut sebagai pendekatan deskriptif di dalam filsafat politik.
Pendekatan ini nantinya berkembang menjadi ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi,
ekonomi, politik, hukum dan ilmu budaya. Namun, filsafat politik tidak hanya
bersifat deskriptif, tetapi juga normatif: ia menawarkan prinsip-prinsip yang
memungkinkan suatu komunitas mencapai perdamaian, keadilan dan kemakmuran
bersama.
Dua prinsip yang penting di dalam filsafat politik, yakni
keadilan dan kesetaraan. Ada beragam arti dari konsep keadilan dan kesetaraan.
Filsafat politik hendak mengupas dan mengembangkan beragam arti tersebut, dan
melihat kemungkinan penerapannya di berbagai keadaan. Dua prinsip ini menjadi
nyata, ketika ia menjadi prinsip utama di dalam berbagai institusi publik yang
menata keadaan politik sebuah komunitas.
Filsafat politik juga memiliki ciri kritis. Ia tidak pernah
puas dengan satu jawaban. Tidak ada jawaban final. Yang ada adalah proses
diskusi terus menerus, sehingga pandangannya bisa terus menyesuaikan dengan
keadaan dunia yang terus berubah dengan cepat sekarang ini.
Institusi dan Kesadaran
Akan tetapi, setelah mendalami beragam pandangan filsafat
politik, saya sampai pada pendapat, bahwa semua teori akan percuma, jika ia
tidak bisa diterjemahkan ke dalam institusi, dan sungguh membawa perubahan
nyata di dalam kehidupan bersama. Artinya, inti dasar dari filsafat politik
adalah pembangunan institusi-institusi di dalam masyarakan yang mendorong
keadilan dan kemakmuran bagi semua. Namun, bagaimana cara membangun
institusi-institusi tersebut?
Satu cara adalah dengan memrumuskan regulasi, atau aturan,
yang tepat. Namun, aturan setepat dan seketat apapun tidak akan mampu membangun
institusi yang cocok untuk pengembangan masyarakat. Aturan-aturan itu justru
akan dipelintir untuk kepentingan-kepentingan korup tertentu, dan akhirnya
mengorbankan kepentingan bersama. Ini sudah terjadi di banyak negara, termasuk
Indonesia.
Maka, kita perlu pendekatan lain. Aturan dan institusi yang
kokoh tidak dapat dibangun, tanpa adanya manusia-manusia bermutu. Mutu dalam
arti ini adalah etos hidup yang unggul, seperti jujur, rajin, mau bekerja keras
dan bisa bekerja sama. Maka, pembentukan manusia-manusia bermutu adalah jalan
yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Pembentukan manusia bermutu berarti
perubahan kesadaran mendasar pada tingkat pribadi.
Dapat juga dikatakan, bahwa tata institusi tidak akan pernah
mencukupi, tanpa adanya perubahan kesadaran secara mendasar. Dititik inilah
filsafat kesadaran memainkan peranannya untuk menunjang filsafat politik. Sama
seperti filsafat politik, filsafat kesadaran memiliki dua pendekatan, yakni deskriptif
(memahami kesadaran manusia sebagaimana adanya) dan normatif (membentuk
kesadaran manusia, sehingga bisa sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya).
Untuk melakukan dua hal ini, filsafat kesadaran tidak bisa hanya menimba ilmu
dari ilmu pengetahuan dan filsafat barat saja, tetapi juga dari filsafat timur.
Memahami Kesadaran
Kesadaran manusia bukanlah otaknya. Maka, kesadaran tidak
dapat dipahami dengan pendekatan biologis atau neurologis (saraf) semata.
Kesadaran juga bukanlah semata fenomena empiris yang bisa ditangkap dengan
indera manusia. Lebih dari itu, kesadaran juga bukanlah semata konsep yang bisa
dipahami dengan akal budi manusia.
Penelitian tentang kesadaran, sampai pada titik paling
dalam, menunjukkan, bahwa konsep ini kosong. Tidak ada kesadaran di dalam diri
manusia. Lebih tepat dirumuskan, tidak ada kata dan konsep yang sanggup
menjelaskan makna kesadaran secara memadai. Maka dapat juga disimpulkan, bahwa
memahami kesadaran manusia berarti menyadari sepenuhnya, bahwa ia kosong secara
konseptual.
Di dalam filsafat timur, terutama di dalam tradisi Zen,
memahami kesadaran berarti memahami inti dari seluruh alam semesta, karena
manusia dan alam semesta memiliki substansi kesadaran yang sama. Maka dari itu,
dapat dikatakan, bahwa memahami kesadaran berarti menjalani perubahan
kesadaran. Proses ini berarti menyadari seutuhnya, bahwa kesadaran bukanlah
sebuah rumusan konseptual yang bisa didiskusikan dengan bahasa dan konsep,
melainkan sesuatu yang dialami seccara langsung sebagai ada, tanpa penjelasan
apapun. Ketika orang menyadari ini, maka ia menjalani perubahan kesadaran
mendasar, yang berarti juga perubahan perilaku, dan perubahan mendasar seluruh
hidupnya.
Kesadaran manusia ada, sebelum segala bentuk pikiran,
konsep, bahasa ataupun kata “kesadaran” itu sendiri. Memahami dan menyadari ini
secara otomatis membawa perubahan mendasar pada cara berpikir dan cara hidup
seseorang. Inilah pendekatan normatif di dalam filsafat kesadaran. Ketika
banyak orang menyadari ini, maka otomatis hidupnya akan dibaktikan untuk
kepentingan bersama, institusi-institusi yang kokoh bisa berdiri dan keadilan
serta kemakmuran bersama bisa dicapai.
Ada hubungan yang amat erat antara perubahan kesadaran dan
proses pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Filsafat politik dan semua
ilmu sosial tidak akan bisa mewujudkan keadilan dan kemakmuran, tanpa mendorong
perubahan kesadaran mendasar di tingkat hidup pribadi. Aspek politik dari
filsafat kesadaran dan aspek personal dari filsafat politik inilah yang luput
dari beragam kajian di kedua bidang tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar