Pengikut

Minggu, 18 Desember 2016

Asas-asas Filsafat Pendidikan


a.    Asas Empirisme
Secara harfiah , arti empirisme dari kata Yunani emperia yang berarti pengalaman.Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari – hari perintisnya adalah John Locke ( 1632-1704), dia mengagumi metode Descrates, tetapi ia tidak menyetujui isi ajarannya. Menurut Locke, rasio mula-mula harus dianggap” as a white paper” dan seluruh isinya dari pengalaman. Ada dua pengalaman : lahiriyah ( sensation ) dan batiniyah ( reflexion). Kedua sumber pengalaman ini menghasilkan ide-ide tunggal ( simple ideas ). Jiwa manusiawi bersifat pasif sama sekali dalam menerima ide-ide tersebut.

Jika hal empirisme di bawa ke ranah pendidikan maka empirisme mempunyai pengertian yang lebih spesifik. Bahwasanya hasil pendidikan dan perkembangan itu bergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak didik selama hidupnya. Pengalaman itu diperolehnya di luar dirinya berdasarkan perangsang yang tersedia baginya. John Locke berpendapat bahwa anak yag di dunia ini sebagai kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (Tabula Rasa) yang belum ada tulisan di atasnya.
            Hal ini berarti, baik dan buruknya anak tergantung pada baik dan buruknya pendidikan yang diterimanya. Menurut J.J. Rausseau (1712-1778) bahwa manusia pada dasarnya baik sejak ia dilahirkan. Jadi kalau ada manusia yang jahat bukan karena benihnya, tetapi dikembangkan setelah ia lahir, yakni setelah ia hidup di masyarakat dan setelah terpengaruh oleh lingkungan serta kebudayaan. Menurut Mensius ( 372-289 SM), yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya baik, sehingga cinta pada dasarnya lebih pengertian yang dangkal. Menurut H. Sun Tzu (289-230 SM) bahwa manusia pada dasarnya adalah jahat, akan tetapi untunglah manusia juga cerdas dan dengan kecerdasannya ia dapat mengolah kebaikan yang ada pada dirinya. Ia menjadi manusia yang baik karena ia bergaul dengan masyarakat. Jadi manusia itu menjadi baik bukan karena benihnya, tetapi karena hidup dan bergaul dengan masyarakat.
b.    Asas Nativisme
Asas nativisme bertolak denan teori empirisme yang dianut oleh Schopenhauer (seorang filosuf bangsa Jerman, 1788-1860) yang berpendapat bahwa bayi lahir dengan pembawaan yang baik dan pembawaan yang buruk. Dalam hubungannya dengan pendidikan dan perkembangan manusia, ia berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan itu ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperolehnya sejak lahir. Asas Nativisme berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat menghasilkan tujuan yang diharapkan berhubungan dengan perkembangan anak didik. Aliran pendidikan yang menganut paham nativisme ini disebut aliran pesimisme.
Dengan kata lain, Nativisme merupakan aliran pesismisme (murung) dalam pendidikan. Berhasil tidaknya perkembangan anak tegantung pada tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang dimiliki oleh anak didik.
Lingkungan tidak berarti apa-apa dalam perkembangan manusia, apa yang dikerjakan, apa yang diucapkan, dan apa yang dipikirkan merupakan kecakapan yang dibawa sejak lahir, tetapi nativisme tidak menjelaskan bagaimana seorang lahir dengan membawa potensi, apakah potensi itu mempunyai hubungan sangat erat dengan kondisi orang tua atau tidak, selama ini tidak pernah ada penjelasan. Apabila orang tuanya mempunyai IQ tinggi atau mempunyai IQ rendah akan dapat berpengaruh kepada anaknya. Dalam beberapa penelitian menyimpulkan bahwa anak sangat dipengaruhi oleh keadaan orang tua, baik keadaan fisik, psikis, maupun sosial-ekonominya.

c.       Asas Konvergensi
Aliran konvergensi dipelopori oleh William Stern (seorang ahli pendidikan bangsa Jerman, 1871-1939), ia berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama – sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.
Apabila pengaruh lingkungan sama besar dan  kuatnya dengan pembawaan siswa, maka hasil pendidikan didapat siswa itu pun akan seimbang dan baik, dalam arti tidak satu faktor pun yang dikorbankan secara sia-sia. Seterusnya, apabila pengaruh lingkungan lebih besar dan lebih kuat dari pembawaan, hasil pendidikan siswa hanya akan sesuai dengan kehendak lingkungan, dan pembawaan (watak dan bakat) siswa tersebut akan terkorbankan. Sebaliknya, jika pembawaan siswa lebih besar dan kuat pengaruhnya daripada lingkungan, hasil pendidikan tersebut hanya sesuai dengan bakat dan kemampuannya tanpa bisa berkembang lebih jauh, karena ketidakmampuan lingkungan. Oleh karena itu, terlalu kecilnya pengaruh lingkungan pendidikan, misalnya mutu guru dan fasilitas yang rendah akan merugikan para siswa yang membawapotensi dan bakat yang baik.
Oleh karena itu William Stern disebut teori Konvergensi artinya memuat ke suatu titik. Jadi menurut teori konvergensi ini adalah sebagai berikut:
1.      Pendidikan mungkin diberikan.
2.      Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan ligkungan itu sendiri.
3.      Pendidikan diartikan sebagai penolong atau pertolongan yang diberikan kepada lingkungan anak didik untu mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya pembawaan yang buruk.
Sebagai contoh, benarkah jika kita mengatakan ‘si Mizan adalah merupakan hasil dari pembawaan dan lingkungannya si Mizan?. Ketika jawabannya ‘benar’, maka seolah-olah si Mizan itu ‘hanya’ merupakan hasil dari proses alam yaitu pembawaan dan lingkungan belaka. Jika pembawaannya begini dan lingkungannya begitu, maka manusia akan demikian pula. Jika demikian halnya, maka apa bedanya dengan proses mencari hasil dari ‘angka-angka’ dalam pengetahuan matematika?. Kalau memang proses perkembangan manusia sama halnya dengan rumus-rumus pengetahuan matematika, maka dapat dipastikan bahwa tugas guru (ahli pendidik) akan lebih mudah yaitu tinggal mencari jalan untuk mengetahui pembawaan seseorang (kalau saja pembawaan itu dapat diketahui dengan pasti), dan kemudian mengusahakan suatu lingkungan atau pendidikan yang cocok (relevan) dengan pembawaan tersebut.
Sekali lagi, proses perkembangan binatang dengan manusia tidaklah dapat disamakan. Sebab perkembangan binatang adalah merupakan hasil dari pembawaan dan lingkungannya, binatang hanya ‘terserah’ pada pembawaan keturunan dan pengaruh lingkungannya. Dimana perkembangan pada binatang seluruhnya ditentukan oleh kodrat dan hukum-hukum alam. Sementara manusia tidak hanya dari pembawaan dan lingkungannya, melainkan manusia lebih memiliki pengalaman ‘empirik’ yang dapat mempengaruhi perkembangannya.
Dengan berpijak pada uraian di atas, maka nyatalah bagi kita bahwa jika ditanya tentang ‘perkembangan manusia itu bergantung pada pembawaan ataukah kepada lingkungan?’, atau manakah yang lebih dasar atau lebih kuat mempengaruhi perkembangan manusia itu?. Maka kita dapat mengatakan bahwa itu bukanlah bentuk pertanyaan yang perlu dicari jawabannya, sebab hal itu adalah merupakan suatu pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Begitu juga W. Stern tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut dan hingga dewasa ini dominasi pengaruh kedua faktor itu belumlah dapat ditetapkan.
Sesuai dengan corak dan karakteristik sosiologi, diantara tiga asas filsafat pendidikan dan teori perkembangan sosial di atas yang sabgat mendukung adalah teori empirisme. Di Amerika telah diselidiki seorang anak bernama Anna yang hidup terpencil di daerah Attic, Pensyilvanea di rumah seorang petani sejak umur 6 bulan sehingga umur 5 tahun. Setelah dipindah ke rumah biasa, Anna mulai belajar bahasa, mulai tertarik dengan anak lain dan turut bermain dengan anak-anak normal lainnya. Perubahan tingkah laku Anna karena berhubungan dengan lingkungannya dan pengalaman Anna sebelum dipindah ke rumah yang normal juga dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar