Pengikut

Selasa, 06 Desember 2016

Konsep Ketuhanan menurut Ahli Filsafat



Watak pemahaman ketuhanan dalam tradisi Yunani mencakup unsur agama dan filsafat. Ide pertama tentang Tuhan terdapat dalam Iliad and Odyssey karya Homer, yang menggambarkan adanya dewa-dewa yang memerintah alam, yang paling tinggi adalah Zeus, dewa keturunan. Zeus mempunyai anak-anak yang juga menjdi dewa-dewa
tetapi tidak kekal. Dewa Zeus bukan pencipta alam dan sangat mengikuti kemauannya sendiri dalam menghadapi manusia.
Banyak persoalan besar lainnya yang berhubungan dengan konsep Tuhan yang pada masa lalu telah banyak di diskusikan oleh para teolog dan filsuf untuk memembuktikan kebenaran fundamental agama secara konklusif. Dan mempertahankannya. Berikut beberapa pandangan filsuf tentang Tuhan:
1.      Socrates (469-399 SM)
Socrates adalah murid dari Phytagoras, yang membahas masalah ketuhanan dengan logika akademik yang simpel dengan menetapkan wujud Tuhan yang disembah..
Ajaran yang terkenal dari Socrates adalah Gnoti Seauton yaitu kenalilah dirimu sendiri. Bagi Socrates dengan mengenali diri sendiri, akan dapat lebih mengenal Tuhan. Manusia menurut Socrates diberikan sifat-sifat khas yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Sokrates berpendapat bahwa alam yang kita lihat bukan sesuatu yang tiba-tiba dan kebetulan, bahkan segala segi dan sebagainya adalah menuju kepada suatu tujuan, dan tujuan itu menuju lagi kepada tujuan yang lebih tinggi. Sehingga sampai kepada ujung yang berdiri sendiri dan Esa.
Untuk membangun pengetahuan manusia tentang tuhan Socrates memakai dua jalan. Pertama, berdasarkan pada bukti-bukti alam. Kedua, dengan alasan sejarah. Melalui bukti-bukti alam dengan membentangkan peristiwa-peristiwa alam itu sendiri, sedangkan melalui alasan-alasan sejarah dengan mengemukakan tabiat manusia yang dengan sendirinya tertarik kepada adanyaTuhan yang menjadikan, mengatur dan memelihara manusia.
2.       Plato (427-347 SM)
Plato menggambarkan Tuhan sebagai Demeiougos (sang pencipta) dari alam ini dan sebagai Ide Tertinggi dari alam ide. Ide tertinggi ini menurut Plato adalah Ide Kebaikan.
Sebagai murid Socrates, Plato  berusaha mengembangkan dan lebih menyempurnakan pandangan-pandangan gurunya, dan sistem pemikiran merupakan puncak dari usaha-usaha orang sebelumya yang digabungkan dalam pemikiran sendiri.
Menurut Plato segala keadaan di dunia ini tidaklah kekal dan selalu berubah karena itu dunia yang ditempati manusia ini adalah dunia bayangan yang dilawankan dengan dunia cita-cita/ide  yang bersifat kekal dan tidak mengalami perubahan. Dalam mencari hakekat banda yang tetap berubah ini, Plato berfikir bahwa hanya benda-benda yang berada diluar alam, diluar ruang dan waktu, dapat menjadi realitas tertinggi.
Konsekwensi dari benda yang selalu berubah ini adalah bersifat baharu, dan setiap yang baharu mempunyai sebab yang ada penyebabnya, itulah Tuhan yang terbebas dari sifat baharu. Tuhan adalah zat yang transenden dan merupakan realitas tertinggi, merupakan esensi atau Ide dari yang Baik, dan alam merupakan partisipasi refelektif dari zat yang sempurna.
Plato menyebutkan dalam kitab undang-undangnya bahwa ada beberapa perkara yang tidak pantas bagi manusia apabila tidak mengetahuinya, yaitu antara lain bahwa manusia itu mempunyai Tuhan yang membuatnya. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh sesuatu itu.

3.      Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah murid terbaik Plato, sehingga banyak pemikiran-pemikiran gurunya yang memberinya pengaruh kuat pada filsafatnya. Meskipun demikian ia tidak kehilangan kekritisannya dalam menanggapi pemikiran Plato, sehingga akan tampak beberapa pandangannya yang berseberangan dengan gurunya.
Aristoteles sependapat dengan Plato bahwa realitas konkrit itu tidak tetap dan selalu berubah, akan tetapi ia tidak setuju atas pandangan Plato mengenai pengetahuan yang benar yang dibangun atas dasar postulat bahwa dunia transenden terpisah dengan objek-objek konkrit dan menganggap realitas konkrit dan menganggap realitas konkrit sebagai hal yang tidak nyata. Bagi Aristoteles realitas justru harus dicari dalam dunia yang ditemukan manusia, yaitu dunia yang teramati. Dunia konkrit dan individual, itulah kenyataan real.
Pandangan Aristoteles yang terkenal adalah teorinya tentang empat causa: Causa material, Causa formal, Causa efisien, Causa final. Suatu realitas yang sifatnya kausalitas bahwa keberadaan sesuatu disebabkan oleh yang lain, mengarah pada konsep adanya Penggerak Pertama yang tidak bergerak sebagai penyebab gerak dari yang bergerak. Penggerak pertama yang tidak bergerak diartikan sebagai sebab yang dia sendiri tidak bergerak, ia merupakan pikiran murni dan pikian hanya pada dirinya sendiri.
Konsep Aristoteles tentang Tuhan didasarkan pada latar belakang ilmu pengetahuan, tidak didasarkan pada suatu religi tertentu. Bagi Aristoteles Tuhan sebagai substansi yang bersifat eternal terpisah dari dunia konkrit, tidak bersifat materi, tidak memiliki potensi; Tuhan adalah “Aktus Murni”.  Sebagai Aktus Murni, aktifitas Tuhan tidak lain kecuali melalui berpikir. Tuhan adalah “pemikiran yang sedang berpikir diatas pemikiran” (noesis noesos).
4.      Al Kindi (801-873)
Tuhan digambarkan oleh al Kindi sebagai sesuatu yang bersifat tetap, tunggal, ghaib dan penyebab sejati gerak. Al kindi dengan menggunakan konsep teori pencipta creatio ex nihilo mengatakan bahwa penciptaan dari ketiadaan merupakan hal istimewa yang dimiliki Tuhan. Tuhan adalah satu-satunya Dzat yang sungguh-sungguh mampu mencipta dari ketiadaan dan Dia merupakan sebab yang sesungguhnya dari seluruh realitas yang ada didunia ini.
Dalam Maqalah Al-Kindy yang di muat di “filsafat Ula” mengutarakan lebih jauh tentang pelajaran Causality, pelajaran sebab-musabab dmana dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan kebenaran pertama adalah sebab dari setiap sebab.
Bagi Al-Kindy yang Esa itu adalah Tuhan. Dia itu terpisah dan berada diatas akal disebut satu yang benar, adalah sempurna mutlak.  ia abadi oleh karena itu Ia Maha Esa (wahdah), selain-Nya berlipat.
5.      Ibnu Sina (980-1036 M )
Menurut Ibnu Sina ada tiga macam sesuatu yang ada; pertama, penting dalam dirinya sendiri, tidak perlu sebab lain untuk kejadianya, selain dirinya sendiri (Tuhan). Kedua, yang berkehendak kepada yang lain yaitu makhluk yang butuh kepada yang menjadikannya. Ketiga, makhluk mungkin yaitu bisa da dan bisa tidak ada, dan dia sendiri tidak butuh kepada kejadianya (benda-benda yang tidak berakal seperti pohon-pohon, batu dan sebagainya)
Pembahasan ini berakhir dengan dasar dalam ilmu metaphysika Ibnu Sina:
1)      Adanya Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta.
2)      Hukum Alam
3)      Hukum sebab-musabab
4)      Konsepsi yang maha mengatur

7 komentar:

  1. Terima kasih bu..
    Telah mengajarkan kami filasafat terutama untuk diri saya.. Tujuan kedepan agar kami bisa meningkatkan karakter building khusus untuk saya sendiri...

    BalasHapus
  2. Terima kasih bu/ pak
    Telah mengajarkan saya arti filsafat, supaya nanti kedepannya saya bsa lbih baik dari yang sekarang.

    BalasHapus
  3. Terima kasih pak,
    telah mengajarkan saya arti filsafat, agar kedepannya saya bisa memahami dan menerapkan arti filsafat dalam kehidupan saya sehari - hari.

    BalasHapus
  4. Terima kasih atas ilmunya bu/pak.

    BalasHapus