Watak pemahaman ketuhanan dalam tradisi Yunani mencakup
unsur agama dan filsafat. Ide pertama tentang Tuhan terdapat dalam Iliad and
Odyssey karya Homer, yang menggambarkan adanya dewa-dewa yang memerintah alam,
yang paling tinggi adalah Zeus, dewa keturunan. Zeus mempunyai anak-anak yang
juga menjdi dewa-dewa
tetapi tidak kekal. Dewa Zeus bukan pencipta alam dan
sangat mengikuti kemauannya sendiri dalam menghadapi manusia.
Banyak persoalan besar lainnya yang berhubungan dengan
konsep Tuhan yang pada masa lalu telah banyak di diskusikan oleh para teolog
dan filsuf untuk memembuktikan kebenaran fundamental agama secara konklusif.
Dan mempertahankannya. Berikut beberapa pandangan filsuf tentang Tuhan:
1. Socrates
(469-399 SM)
Socrates adalah murid dari Phytagoras, yang membahas masalah
ketuhanan dengan logika akademik yang simpel dengan menetapkan wujud Tuhan yang
disembah..
Ajaran yang terkenal dari Socrates adalah Gnoti Seauton
yaitu kenalilah dirimu sendiri. Bagi Socrates dengan mengenali diri sendiri,
akan dapat lebih mengenal Tuhan. Manusia menurut Socrates diberikan sifat-sifat
khas yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Sokrates berpendapat bahwa alam yang kita lihat bukan
sesuatu yang tiba-tiba dan kebetulan, bahkan segala segi dan sebagainya adalah
menuju kepada suatu tujuan, dan tujuan itu menuju lagi kepada tujuan yang lebih
tinggi. Sehingga sampai kepada ujung yang berdiri sendiri dan Esa.
Untuk membangun pengetahuan manusia tentang tuhan Socrates
memakai dua jalan. Pertama, berdasarkan pada bukti-bukti alam. Kedua, dengan
alasan sejarah. Melalui bukti-bukti alam dengan membentangkan
peristiwa-peristiwa alam itu sendiri, sedangkan melalui alasan-alasan sejarah
dengan mengemukakan tabiat manusia yang dengan sendirinya tertarik kepada
adanyaTuhan yang menjadikan, mengatur dan memelihara manusia.
2. Plato (427-347 SM)
Plato menggambarkan Tuhan sebagai Demeiougos (sang pencipta)
dari alam ini dan sebagai Ide Tertinggi dari alam ide. Ide tertinggi ini
menurut Plato adalah Ide Kebaikan.
Sebagai murid Socrates, Plato berusaha mengembangkan dan lebih menyempurnakan
pandangan-pandangan gurunya, dan sistem pemikiran merupakan puncak dari
usaha-usaha orang sebelumya yang digabungkan dalam pemikiran sendiri.
Menurut Plato segala keadaan di dunia ini tidaklah kekal dan
selalu berubah karena itu dunia yang ditempati manusia ini adalah dunia
bayangan yang dilawankan dengan dunia cita-cita/ide yang bersifat kekal dan tidak mengalami
perubahan. Dalam mencari hakekat banda yang tetap berubah ini, Plato berfikir
bahwa hanya benda-benda yang berada diluar alam, diluar ruang dan waktu, dapat
menjadi realitas tertinggi.
Konsekwensi dari benda yang selalu berubah ini adalah
bersifat baharu, dan setiap yang baharu mempunyai sebab yang ada penyebabnya,
itulah Tuhan yang terbebas dari sifat baharu. Tuhan adalah zat yang transenden
dan merupakan realitas tertinggi, merupakan esensi atau Ide dari yang Baik, dan
alam merupakan partisipasi refelektif dari zat yang sempurna.
Plato menyebutkan dalam kitab undang-undangnya bahwa ada
beberapa perkara yang tidak pantas bagi manusia apabila tidak mengetahuinya,
yaitu antara lain bahwa manusia itu mempunyai Tuhan yang membuatnya. Tuhan itu
mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh sesuatu itu.
3. Aristoteles
(384-322 SM)
Aristoteles adalah murid terbaik Plato, sehingga banyak pemikiran-pemikiran
gurunya yang memberinya pengaruh kuat pada filsafatnya. Meskipun demikian ia
tidak kehilangan kekritisannya dalam menanggapi pemikiran Plato, sehingga akan
tampak beberapa pandangannya yang berseberangan dengan gurunya.
Aristoteles sependapat dengan Plato bahwa realitas konkrit
itu tidak tetap dan selalu berubah, akan tetapi ia tidak setuju atas pandangan
Plato mengenai pengetahuan yang benar yang dibangun atas dasar postulat bahwa
dunia transenden terpisah dengan objek-objek konkrit dan menganggap realitas
konkrit dan menganggap realitas konkrit sebagai hal yang tidak nyata. Bagi
Aristoteles realitas justru harus dicari dalam dunia yang ditemukan manusia,
yaitu dunia yang teramati. Dunia konkrit dan individual, itulah kenyataan real.
Pandangan Aristoteles yang terkenal adalah teorinya tentang
empat causa: Causa material, Causa formal, Causa efisien, Causa final. Suatu
realitas yang sifatnya kausalitas bahwa keberadaan sesuatu disebabkan oleh yang
lain, mengarah pada konsep adanya Penggerak Pertama yang tidak bergerak sebagai
penyebab gerak dari yang bergerak. Penggerak pertama yang tidak bergerak
diartikan sebagai sebab yang dia sendiri tidak bergerak, ia merupakan pikiran
murni dan pikian hanya pada dirinya sendiri.
Konsep Aristoteles tentang Tuhan didasarkan pada latar
belakang ilmu pengetahuan, tidak didasarkan pada suatu religi tertentu. Bagi
Aristoteles Tuhan sebagai substansi yang bersifat eternal terpisah dari dunia
konkrit, tidak bersifat materi, tidak memiliki potensi; Tuhan adalah “Aktus
Murni”. Sebagai Aktus Murni, aktifitas
Tuhan tidak lain kecuali melalui berpikir. Tuhan adalah “pemikiran yang sedang
berpikir diatas pemikiran” (noesis noesos).
4. Al Kindi
(801-873)
Tuhan digambarkan oleh al Kindi sebagai sesuatu yang bersifat
tetap, tunggal, ghaib dan penyebab sejati gerak. Al kindi dengan menggunakan
konsep teori pencipta creatio ex nihilo mengatakan bahwa penciptaan dari
ketiadaan merupakan hal istimewa yang dimiliki Tuhan. Tuhan adalah satu-satunya
Dzat yang sungguh-sungguh mampu mencipta dari ketiadaan dan Dia merupakan sebab
yang sesungguhnya dari seluruh realitas yang ada didunia ini.
Dalam Maqalah Al-Kindy yang di muat di “filsafat Ula”
mengutarakan lebih jauh tentang pelajaran Causality, pelajaran sebab-musabab
dmana dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan kebenaran pertama adalah sebab dari
setiap sebab.
Bagi Al-Kindy yang Esa itu adalah Tuhan. Dia itu terpisah
dan berada diatas akal disebut satu yang benar, adalah sempurna mutlak. ia abadi oleh karena itu Ia Maha Esa (wahdah),
selain-Nya berlipat.
5. Ibnu Sina
(980-1036 M )
Menurut Ibnu Sina ada tiga macam sesuatu yang ada; pertama,
penting dalam dirinya sendiri, tidak perlu sebab lain untuk kejadianya, selain
dirinya sendiri (Tuhan). Kedua, yang berkehendak kepada yang lain yaitu makhluk
yang butuh kepada yang menjadikannya. Ketiga, makhluk mungkin yaitu bisa da dan
bisa tidak ada, dan dia sendiri tidak butuh kepada kejadianya (benda-benda yang
tidak berakal seperti pohon-pohon, batu dan sebagainya)
Pembahasan ini berakhir dengan dasar dalam ilmu metaphysika
Ibnu Sina:
1) Adanya Tuhan
dan hubungan-Nya dengan alam semesta.
2) Hukum Alam
3) Hukum
sebab-musabab
4) Konsepsi yang
maha mengatur
Terima kasih bu..
BalasHapusTelah mengajarkan kami filasafat terutama untuk diri saya.. Tujuan kedepan agar kami bisa meningkatkan karakter building khusus untuk saya sendiri...
Terima kasih, Bu
BalasHapusTerima Kasih Bu,
BalasHapusTerima kasih bu/ pak
BalasHapusTelah mengajarkan saya arti filsafat, supaya nanti kedepannya saya bsa lbih baik dari yang sekarang.
Terima kasih pak,
BalasHapustelah mengajarkan saya arti filsafat, agar kedepannya saya bisa memahami dan menerapkan arti filsafat dalam kehidupan saya sehari - hari.
Terima kasih atas ilmunya bu/pak.
BalasHapusterimakasih pak.
BalasHapus