Berdirinya kerajaan ini
atas inisiatif Sunan Gunung Jati pada 1524, setelah sebelumnya mengislamkan
Cirebon. Awalnya, Banten merupakan bagian dari wilayah Pajajaran yang Hindu,
namun setelah Demak berhasil menghalau pasukan Portugis di Batavia, Banten pun
secara tak langsung berada di bawah kekuasaan Demak. Semasa Sunan Gunung Jati,
Banten masih termasuk kekuasaan Demak. Pada tahun 1552, ia pulang ke Cirebon
dan Banten diserahkan kepada anaknya, Maulana Hasanuddin.
A. Kehidupan Politik
Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin
yang memerintah tahun 1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima
tentara Demak yang pernah diutus oleh Sultan Trenggana menguasai bandarbandar
di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak berkuasa, daerah Banten merupakan
bagian dari Kerajaan Demak. Namun setelah Kerajaan Demak mengalami kemunduran,
Banten akhirnya melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para
pedagang muslim memindahkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada masa
pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat
perdagangan. Hasanuddin memperluas kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada,
Lampung di Sumatra Selatan yang sudah sejak lama mempunyai hubungan dengan Jawa
Barat. Dengan demikian, ia telah meletakkan dasar-dasar bagi kemakmuran Banten
sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin wafat.
Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf
(1570-1580), putra Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun
1579 berhasil menaklukkan dan menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya
pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten
Selatan, mereka dikenal dengan Suku Badui. Setelah Pajajaran ditaklukkan, konon
kalangan elite Sunda memeluk agama Islam.
Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596).
Pada akhir kekuasaannya, Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam
usaha menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra
mahkotanya yang bernama Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul
Mufakhir Mahmud Abdul Kadir. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa
putra Pangeran Ratu yang bernama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Ia sangat
menentang kekuasaan Belanda.Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yang
telah membentuk VOC serta menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilakukan oleh
Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan. Setelah pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji.
B. Kehidupan Ekonomi
Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat
berkembang menjadi bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun
faktor-faktornya ialah: (1) letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan;
(2) jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam tidak lagi
singgah di Malaka namun langsung menuju Banten; (3) Banten mempunyai bahan
ekspor penting yakni lada.
Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang
dari Arab, Gujarat, Persia, Turki, Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten
segera terbentuk perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti
orang-orang Arab mendirikan Kampung Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung
Pacinan, orang-orang Indonesia mendirikan Kampung Banda, Kampung Jawa dan
sebagainya.
C. Kehidupan Sosial-budaya
Sejak
Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial
masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam.
Setelah Banten berhasil mengalahkan Pajajaran, pengaruh Islam makin kuat di
daerah pedalaman. Pendukung kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yakni
ke daerah Banten Selatan, mereka dikenal sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka
disebut Pasundan Kawitan yang artinya Pasundan yang pertama. Mereka
mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak pengaruh Islam.
Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng
Tirtayasa cukup baik, karena sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran
rakyatnya. Namun setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, dan adanya campur
tangan Belanda dalam berbagai kehidupan sosial masyarakat berubah merosot
tajam. Seni budaya masyarakat ditemukan pada bangunan Masjid Agung Banten (tumpang
lima), dan bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di samping itu juga
bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda, pelarian
dari Batavia yang telah menganut agama Islam. Susunan istananya menyerupai
istana raja di Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar