Berdasarkan data arkeologis, diketahui
bahwa awal mula masyarakat Banten adalah beragama Hindu. Yang mana dipengaruhi
oleh beberapa kerajaan yakni Tarumanegara, Sriwijaya, dan Kerajaan Sunda.
Dalam Babad Banten diceritakan
bagaimana Sunan Gunung Jati bersama Maulana Hasanuddin
melakukan penyebaran agama Islam secara intensif kepada penguasa Banten Girang
beserta penduduknya. Beberapa cerita mistis juga mengiringi proses Islamisasi
di Banten, termasuk ketika pada masa Maulana Yusuf mulai menyebarkan dakwah
kepada penduduk pedalaman Sunda, yang ditandai dengan penaklukan Pakuan
Pajajaran.
Islam menjadi pilar pendirian
Kesultanan Banten, Sultan Banten dirujuk memiliki silsilah sampai kepada Nabi Muhammad,
dan menempatkan para ulama memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan
masyarakatnya, seiring itu tarekat maupun tasawuf
juga berkembang di Banten. Sementara budaya masyarakat menyerap Islam sebagai
bagian yang tidak terpisahkan. Beberapa tradisi yang ada dipengaruhi oleh
perkembangan Islam di masyarakat, seperti terlihat pada kesenian bela diri Debus.
Toleransi umat beragama di
Banten, berkembang dengan baik. Walau didominasi oleh muslim,
namun komunitas tertentu diperkenankan membangun sarana peribadatan mereka, di
mana sekitar tahun 1673
telah berdiri beberapa klenteng pada kawasan sekitar pelabuhan Banten.
Sebelum Islam berkembang di Banten, masyarakat Banten masih hidup dalam
tata cara kehidupan tradisi prasejarah dan dalam abad-abad permulaan masehi
ketika agama Hindu berkembang di Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari peninggalan purbakala dalam bentuk prasasti
arca-arca yang bersifat Hiduistik dan banguan keagamaan lainnya. Sumber naskah kuno
dari masa pra Islam menyebutkan tentang kehidupan masyarakat yang menganut
Hindu.
Sekitar permulaan abad ke 16, di daerah pesisir Banten sudah ada sekelompok
masyarakat yang menganut agama Islam. Penyebarannya dilakukan oleh salah
seorang pemimpin Islam yang dikenal sebagai wali berasal dari Cirebon yakni
Sunan Gunung Jati dan kemudian dilanjutkan oleh putranya Maulana Hasanudidin
untuk menyebarkan secara perlahan-lahan ajaran agama Islam daerah Banten.
Banten adalah salah satu pusat perkembangan Islam, karena Banten mempunyai
peranan penting dalam tumbuh dan berkembangnya Islam, khususnya di daerah
Jakarta dan Jawa Barat. Dikarenakan letak geografisnya yang sangat strategis
sebagai kota pelabuhan. Di Banten telah berdiri satu kerajaan Islam yang
lebih dikenal oleh masyarakat Banten dan sekitarnya dengan sebutan Kesultanan
Banten.
Peninggalan sejarah yang amat berharga ini nampaknya akan selalu menarik untuk diteliti dan dikaji terutama dikalangan
sejarawan dan para ilmuan. Disamping karena pertumbuhan dan perkembangan Islam
di Banten yang menarik, ternyata sejarah Islam di Banten belum banyak diteliti
secara tuntas sehingga masih banyak hal-hal yang penting yang perlu diteliti
dan dipelajari secara lebih mendalam.
Keadaan Banten
Pra Islam
Daerah Banten memiliki beberapa data arkeologi dan sejarah dari masa
sebelum Islam masuk ke daerah ini, sumber data arkeologi menujukan bahwa
sebelum Islam masyarakat Banten hidup pada masa tradisi prasejarah dan tradisi
Hindu-Buddha. Tradisi prasejarah ditandai oleh adanya alat-alat kehidupan
sehari-hari dan kepercayaan yang mereka anut, demikian pula dengan masa
kehidupan Hindu dan Buddha ditandai oleh peninggalan Hindu masa itu berupa
prasasti arca Nandi dan benda-benda arkeologi lainnya, serta naskah-naskah kuno
yang mencatat keterangan tentang kehidupan masyarakat pada masa itu.
Selain itu di Banten terdapat
sisa-sisa kebudayaan megalitik tua (4500 SM hingga awal masehi) seperti menhir
di lereng gunung Karang di Padeglang, dolmen dan patung-patung simbolis dari
desa Sanghiang Dengdek di Menes, kubur tempayan di Anyer, kapak batu di
Cigeulis, batu bergores di Ciderasi desa Palanyar Cimanuk, dan lain sebagainya.
(Sukendar;1976:1-6) Penggunaan alat-alat kebutuhan yang dibuat dari perunggu
yang terkenal dengan kebudayaan Dong Son (500-300 SM) juga mempengaruhi
penduduk Banten. Hal ini terlihat dengan ditemukannya kapak corong terbuat dari
perunggu di daerah Pamarayan, Kopo Pandeglang, Cikupa, Cipari dan Babakan
Tanggerang.
Selain bukti arkeologi berupa
arca Siwa dan Ganesha ini belum ada lagi data sejarah yang cukup kuat untuk
menunjang keberadaan kerajaan Salakanagara ini yang lebih jelas, adapun
prasasti Munjul yang ditemukan terletak disungai Cidanghiang, Lebak Munjul
Pandegalng adalah prasasti yang bertuliskan Pallawa dengan bahasa Sangsekerta
menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman, ini
berarti bahwa daerah kekuasaan Tarumanegara sampai juga ke daerah Banten,
karena kerajaan Tarumanegara pada masa itu berada dalam keadaan makmur dan
jaya.
Pada awal abad ke XVI, di Banten yang berkuasa adalah Prabu Pucuk Umun,
dengan pusat pemerintahan Kadipaten di Banten Girang sedangkan Banten Lama
hanyalah berfungsi sebagai pelabuhan saja. (Ambary;1982:2) Untuk menghubungkan
antara Banten Girang dengan pelabuhan Banten, dipakai jalur sungai Cibanten
yang pada waktu itu masih dapat dilayari. (Ayathrohaedi;1979:37) Tapi disamping
itu pula masih ada jalan darat yang dapat dilalui yaitu melalui jalan Kelapa
Dua. (Hoesein;1983:124)
Untuk selanjutnya keadaan Banten pada abad ke VII samapi dengan abad ke
XIII, kita tidak mendapatkan keterangan yang menyakinkan, hal ini disebabkan
karena data yang diperoleh para akhli belum lengkap.
Tumbuh dan Berkembangnya Islam Di Banten
Penyebaran Islam di Banten dilakukan oleh Syarif Hidayatullah, pada tahun
1525 M dan 1526 M. Seperti di dalam naskah Purwaka Tjaruban Nagari
disebutkan bahwa Syarif Hidayatullah setelah belajar di Pasai mendarat di
Banten untuk meneruskan penyebaran agama Isalam yang sebelumnya telah dilakukan
oleh Sunan Ampel. Pada tahun 1475 M, beliau menikah dengan adik bupati Banten
yang bernama Nhay Kawunganten, dua tahun kemudian lahirlah anak perempuan
pertama yang diberinama Ratu Winahon dan pada tahun berikutnya lahir pula
pangeran Hasanuddin. (Atja;1972:26)
Setelah Pangeran Hasanuddin menginjak dewasa, syarif Hidayatullah pergi ke
Cirebon mengemban tugas sebagai Tumenggung di sana. Adapun tugasnya dalam
penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada Pangeran Hasanuddin, di dalam
usaha penyebaran agama Islam Ini Pangeran Hasanuddin berkeliling dari daerah ke
daerah seperti dari G. Pulosari, G. Karang bahkan sampai ke Pulau Panaitan di
Ujung Kulon. (Djajadiningrat;1983:34) Sehingga berangsur-angsur penduduk Banten
Utara memeluk agama Islam. (Roesjan;1954:10)
Karena semakin besar dan maju daerah Banten, maka pada tahun 1552 M,
Kadipaten Banten dirubah menjadi negara bagian Demak dengan Pangeran Hasanuddin
sebagai Sultannya. Atas petunjuk dari Syarif Hidayatullah pusat
pemerintahan Banten dipindahkan dari Banten Girang ke dekat pelabuhan di Banten
Lor yang terletak dipesisir utara yang sekarang menjadi Keraton Surosowan.
(Djajadiningrat;1983:144) Pada tahun 1568 M, saat itu Kesultanan Demak runtuh
dan digantikan oleh Panjang, Barulah Sultan Hasanuddin memproklamirkan Banten
sebagai negara merdeka, lepas dari pengaruh Demak atau pun Panjang.
(Hamka;1976:181) Disamping itu Banten juga menjadi pusat penyebaran agama
Islam, banyak orang-orang dari luar daerah yang sengaja datang untuk belajar,
sehingga tumbuhlah beberapa perguruan Islam di Banten seperti yang ada di
Kasunyatan. Ditempat ini berdiri masjid Kasunyatan yang umurnya lebih tua dari
masjid Agung Banten. (Ismail;1983:35) Disinilah tempat tinggal dan mengajarnya
Kiayi Dukuh yang bergelar Pangeran Kasunyatan guru dari Pangeran Yusuf.
(Djajadiningrat;1983:163)
Kerajaan Islam di Banten Saat itu lebih dikenal oleh masyarakat Banten dan
sekitarnya dengan sebutan Kesultanan Banten. Kesultanan Banten telah mencapai
masa kejayaannya dimasa lalu dan telah berhasil merubah wajah sebagian besar
masyarakat Banten. Pengaruh yang besar diberikan oleh Islam melalui kesultanan
dan para ulama serta mubaligh Islam di Banten seperti tidak dapat disangsikan
lagi dan penyebarannya melalui jalur politik, pendidikan, kebudayaan dan
ekonomi di masa itu.
Setelah kesultanan Banten berakhir maka sekarang
tingglallah peninggalan sejarah berupa bekas istana kerajaan dan beberapa
bangunan lain seperti; Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, Mesjid Agung dan
Menara Banten, Mesjid Pacinan Tinggi, Masjid Kasunyatan, Masjid Caringin,
Gedung Timayah, makam-makam sultan Banten dan banyak lagi yang lainnya.
Bangunan – bangunan itu tidak terlepas dari pengaruh religius (Hinduisme dan
Islam), serta terjadinya akulturasi negara-negara lain seperti; Belanda, Cina,
dan Gujarat.
Sumber Data :
Ayatrohaedi, 1980, Masyarakat Sunda Sebelum Islam
Djajadiningrat,P.A. Hoesein, 1983, Tinjauan Kritis tentang Sedjarah
Banten
Hamka, 1967, Sejarah Umat Islam Jilid III
Hasan M. Ambary, 1981, Mencari Jejak Kerajaan Islam Tertua di Indonesia
Halwany Michrob, Pemugaran dan
Penelitian Arkeologi Sebagai Cumber Data Bagi Perkembangan Sejarah Islam Banten
1982, Sejarah Masuknya Islam Ke Banten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar