Bulan Safar merupakan bulan kedua dalam penanggalan hijriyah. yaitu
bulan kedua setelah Muharam dalam kalendar Islam (Hijriyah) yang
berdasarkan tahun Qamariyah (perkiraan bulan mengelilingi bumi). Secara
etimologi, Shafar adalah Bahasa Arab yang memiliki sejumlah arti di
antaranya kosong, kuning, dan nama penyakit.
Bulan ini dinamakan sebagai bulan Shafar dalam pengertian “kosong”
karena kebiasaan orang-orang Arab zaman dulu meninggalkan tempat
kediaman atau rumah mereka (sehingga kosong) pada bulan tersebut untuk
berperang ataupun bepergian jauh.
Bulan Shafar dalam pengertian “kuning”, karena biasanya bulan
tersebut bertepatan dengan musim panas yang menyebabkan dedaunan menjadi
kering dan berwarna kuning.
Shafar yang diidentifikasi sebagai nama penyakit karena masyarakat
Arab pada masa Jahiliyah dahulu meyakini adanya penyakit berbahaya yang
disebabkan oleh keberadaan ulat besar dalam perut seseorang. Penamaan
bulan Shafar lainnya, yaitu angin yang berhawa panas dan menyerang
sehingga menyebabkan sakit perut.
Pengertian shafar tersebut menunjukkan arti negatif. Hal inilah yang
selanjutnya menimbulkan kesan bahwa bulan Shafar itu harus diwaspadai.
Kesan seperti ini berkembang dari suatu generasi ke generasi berikutnya
hingga saat ini.
Bulan Safar juga dipercaya sebagian masyarakat kita sebagai bulan
yangg tak menguntungkan. Dalam tradisi Jahiliyyah bulan Safar menjadi
bulan yang paling ditakuti. Ada yang beranggapan bahwa anak yg lahir
pada bulan Safar dianggap anak pembawa sial dan bencana. Ada juga yang
berpendapat bahwa pernikahan tak pernah terjadi di bulan Safar.
Di tengah-tengah masyarakat kita hingga kini ada yang menghindari
hari Sabtu dan Ahad pada bulan Safar untuk melakukan aktivitas apa pun,
karena dianggap angker. Sementara tanggal yang harus dihindari adalah
tanggal 1, 10 dan 20 Safar. Hari Senin dan Selasa pada bulan Safar juga
dianggap hari buruk, dihindari untuk acara tertentu.
Perjalanan pada bulan Safar juga ada yang beranggapan harus
menghindari Arah Timur dan Barat. Karena itu, dalam beberapa masyarakat
di sekitar kita mungkin ada tradisi bersedekah dengan mengirim makanan
Bubur Safar ke tetangga.
Ada juga masyarakat kita yang setiap Rabu terakhir bulan Shafar
melakukan shalat sunnah memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari
berbagai malapetaka. Hari Rabu yang disebutkan ini mereka sebut dengan
Rebo Wekasan.
Kepercayaan-kepercayaan tersebut hingga kini masih dipercayai dan
diyakini oleh beberapa masyarakat kita, yang seakan-akan bulan Safar
adalah bulan sial atau bulan bencana. Padahal, mitos Safar bulan sial
ini sebenarnya sudah dibantah oleh Rasulullah Muhammad saw yang
menyatakan bahwa bulan Safar bukanlah bulan sial.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada penyakit
menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada
sesuatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala
(bencana) pada bulan Safar (seperti yang dipercayai).”
Rasulullah Saw juga bersabda: “Tidak ada wabah dan tidak ada
keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah
(jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri
dari seekor singa” (HR. Bukhari)
Jadi yang sebaiknya kita yakini adalah :
1. Allah-lah yang menciptakan, mengatur, menguasai, mengizinkan
segala sesuatu terjadi sesuai dengan takdir-Nya. (QS. Yunus: 31-33). Dan
juga di dalam QS. At Taghabun: 11,
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan
izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (QS. At Taghabun: 11)
Al-Quran dengan tegas menyatakan: “Katakanlah (wahai Muhammad),
tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah
ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang menyelamatkan kami
dan kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.”
(QS. At-Taubah 51).
2. Berkeyakinan bahwa tidak ada yang dapat membahayakan manusia
selama dirinya mengingat terus Allah dan berpegang teguh pada agama-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang dipalingkan dari
keperluannya oleh perasaan bernasib sial, maka sungguh dia telah bersuat
syirik. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa penebus perasaan
itu.” Beliau menjawab, “Salah seorang dari kalian mengucapkan, ‘Wahai
Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikan-Mu. Tidak ada kesialan
kecuali kesialan yang engkau takdirkan dan tidak ada sembahan
selain-Mu’.” (HR. Ahmad).
Pada ayat yang lain: “Jika kamu ditimpa musibah, maka katakanlah “Innaalillahi wa Inaailaihi Raaji’uun” (QS. Al Baqarah : 156).
Inilah sepatutnya yang menjadi pegangan kita dalam memaknai bulan Safar
dan hal-hal yang terjadi di dalamnya dengan memperbanyak amal ibadah,
dzikir, doa, sedekah, guna lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Rasulullah
Saw sendiri menamai bulan Safar sebagai bulan sunnah atau Safar Al-Khair.
Wallohu a’lamu bish-showab…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar