Pengikut

Senin, 21 November 2016

Benarkah Ada Keburukan Dalam Bulan Safar ?

Bulan Safar merupakan bulan kedua dalam penanggalan hijriyah. yaitu bulan kedua setelah Muharam dalam kalendar Islam (Hijriyah) yang berdasarkan tahun Qamariyah (perkiraan bulan mengelilingi bumi). Secara etimologi, Shafar adalah Bahasa Arab yang memiliki sejumlah arti di antaranya kosong, kuning, dan nama penyakit.


Bulan ini dinamakan sebagai bulan Shafar dalam pengertian “kosong” karena kebiasaan orang-orang Arab zaman dulu meninggalkan tempat kediaman atau rumah mereka (sehingga kosong) pada bulan tersebut untuk berperang ataupun bepergian jauh.
Bulan Shafar dalam pengertian “kuning”, karena biasanya bulan tersebut bertepatan dengan musim panas yang menyebabkan dedaunan menjadi kering dan berwarna kuning.
Shafar yang diidentifikasi sebagai nama penyakit karena masyarakat Arab pada masa Jahiliyah dahulu meyakini adanya penyakit berbahaya yang disebabkan oleh keberadaan ulat besar dalam perut seseorang. Penamaan bulan Shafar lainnya, yaitu angin yang berhawa panas dan menyerang sehingga menyebabkan sakit perut.
Pengertian shafar tersebut menunjukkan arti negatif. Hal inilah yang selanjutnya menimbulkan kesan bahwa bulan Shafar itu harus diwaspadai. Kesan seperti ini berkembang dari suatu generasi ke generasi berikutnya hingga saat ini.
Bulan Safar juga dipercaya sebagian masyarakat kita sebagai bulan yangg tak menguntungkan. Dalam tradisi Jahiliyyah bulan Safar menjadi bulan yang paling ditakuti. Ada yang beranggapan bahwa anak yg lahir pada bulan Safar dianggap anak pembawa sial dan bencana. Ada juga yang berpendapat bahwa pernikahan tak pernah terjadi di bulan Safar.
Di tengah-tengah masyarakat kita hingga kini ada yang  menghindari hari Sabtu dan Ahad pada bulan Safar untuk melakukan aktivitas apa pun, karena dianggap angker. Sementara tanggal yang harus dihindari adalah tanggal 1, 10 dan 20 Safar. Hari Senin dan Selasa pada bulan Safar juga dianggap hari buruk, dihindari untuk acara tertentu.
Perjalanan pada bulan Safar juga ada yang beranggapan harus menghindari Arah Timur dan Barat. Karena itu, dalam beberapa masyarakat di sekitar kita mungkin ada tradisi bersedekah dengan mengirim makanan Bubur Safar ke tetangga.
Ada juga masyarakat kita yang setiap Rabu terakhir bulan Shafar melakukan shalat sunnah memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari berbagai malapetaka. Hari Rabu yang disebutkan ini mereka sebut dengan Rebo Wekasan.
Kepercayaan-kepercayaan tersebut hingga kini masih dipercayai dan diyakini oleh beberapa masyarakat kita, yang seakan-akan bulan Safar adalah bulan sial atau bulan bencana. Padahal, mitos Safar bulan sial ini sebenarnya sudah dibantah oleh Rasulullah Muhammad saw yang menyatakan bahwa bulan Safar bukanlah bulan sial.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada penyakit menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada sesuatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala (bencana) pada bulan Safar (seperti yang dipercayai).”
Rasulullah Saw juga bersabda: “Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa” (HR. Bukhari)
Jadi yang sebaiknya kita yakini adalah :
1. Allah-lah yang menciptakan, mengatur, menguasai, mengizinkan segala sesuatu terjadi sesuai dengan takdir-Nya. (QS. Yunus: 31-33). Dan juga di dalam QS. At Taghabun: 11,
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghabun: 11)
Al-Quran dengan tegas menyatakan: “Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang menyelamatkan kami dan kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.” (QS. At-Taubah 51).
2. Berkeyakinan bahwa tidak ada yang dapat membahayakan manusia selama dirinya mengingat terus Allah dan berpegang teguh pada agama-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang dipalingkan dari keperluannya oleh perasaan bernasib sial, maka sungguh dia telah bersuat syirik. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa penebus perasaan itu.” Beliau menjawab, “Salah seorang dari kalian mengucapkan, ‘Wahai Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikan-Mu. Tidak ada kesialan kecuali kesialan yang engkau takdirkan dan tidak ada sembahan selain-Mu’.” (HR. Ahmad).
Pada ayat yang lain: “Jika kamu ditimpa musibah, maka katakanlah “Innaalillahi wa Inaailaihi Raaji’uun” (QS. Al Baqarah : 156).
Inilah sepatutnya yang menjadi pegangan kita dalam memaknai bulan Safar dan hal-hal yang terjadi di dalamnya dengan  memperbanyak amal ibadah, dzikir, doa, sedekah, guna lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Rasulullah Saw sendiri menamai bulan Safar sebagai bulan sunnah atau Safar Al-Khair.

Wallohu a’lamu bish-showab…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar