Pengikut

Sabtu, 29 Oktober 2016

Banten pada Zaman Pra Sejarah


http://putrisafrina26.blogspot.com/bpmps/ 

Pada masa prasejarah, budaya manusia secara umum ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Kebanyakan ciri khas itu terdapat pada peninggalan-peninggalan pada tahapan-tahapan zaman yang mereka lewati. Menurut ahli sejarah, bahwa tahapan budaya masyarakat prasejarah ada tiga tahapan penghidupan. Tiga tahapan itu adalah masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam dan masa kemahiran.
Ketiga ciri tersebut tidak ditemukan di seluruh wilayah nusantara. Beberapa wilayah tertentu tidak memiliki kebudayaan tertua yaitu berburu, Namun mereka memiliki tinggalan budaya yang jauh lebih muda dan moderen. Menurut penelitian ahli sejarah daerah Banten memiliki ketiga tahapan kebudayaan tersebut. Sayang di Banten tidak banyak sumber yang menerangkan tentang zaman berburu tersebut. Dari bukti yang didapatkan, bahwa awal kehidupan masyarakat prasejarah Banten bergantung pada alam untuk menghasilkan bahan makanan. Kehidupan masyarakat Banten berpindah-pindah dan sangat sederhana, bahan makanan mereka dapatkan langsung dari alam. Termasuk alat-alat (perkakas) yang mereka pakai, langsung yang bersentuhan dari alam. Kebanyakan mereka menggunakan media batu dan tulang-tulang binatang hasil dari berburu. Namun sayang para ahli sejarah sangat sulit membedakan dengan benda bentukan dan yang terbentuk secara alamiah. Lantas muncul kesimpulan bahwa produk kebudayaan itu adalah alat-alat dari batu yang disebut paleolitik. Seperti kapak perimbas(chopper), kapak penetak(chopping tool), serut genggam(scrapper), pahat genggam(hand adze), dan kapak genggam awal(proto hand axe).
Di Pandeglang para peneliti telah banyak menemukan jenis-jenis peninggalan budaya tersebut. Bahkan ada peninggalan budaya yang lebih eksotis berupa lukisan gua di Syanghiyang Sirah, Ujung Kulon. Hal itu menjadi bukti bahwa masyarakat prasejarah hidup di gua-gua. Dan masa itu adalah saat penghujung masa berburu dan mengumpulkan makanan, walaupun masih ada indikasi mereka hidup berpindah-pindah. Mereka lebih cenderung hidup di gua yang dekat dengan aliran sungai yang bahan makanan lebih banyak, seperti ikan, kerang dan siput.
Beberapa dekade selanjutnya setelah mereka merasa enak hidup di gua-gua mulailah dengan masa kebudayaan bercocok tanam. Pada masa itu, masyarakat prasejarah sudah lebih mahir dari sebelumnya, mereka sudah bisa mengasah peralatan mereka untuk bercocok tanam. Alat-alat yang pada umumnya mereka asah dan mereka gunakan adalah beliung, kapak batu, bahkan mata tombak dan panah juga sudah mulai digunakan. Seiring perkembangan mereka juga telah menghasilkan alat pemukul kayu juga perhiasan. Hasil dari penelitian sebagai bukti kemajuan masyrakat pada masa itu adalah, telah ditemukannya alat penyimpanan makanan yang terbuat dari tanah liat. Lantas oleh para peneliti diasumsikan sebagai zaman budaya gerabah. Seiring dengan zaman itu, muncullah kepercayaan adanya kekuatan di luar manusia. Akhirnya berkembanglah budaya animisme dan dinanisme. Hal itu mengawali masa penghormatan kepada orang-orang yang mereka anggap berjasa(pahlawan), hingga mulai dibangunnya monument dari batu sebagai penghormatan. Lantas monument itu menjadi media untuk pemujaan, atau disebut sebagai prosesi megalitik dan tardisi lainnya. Lantas para peneliti manganggap bahwa bentuk peninggalan pada zaman bercocok tanam sebagai budaya neolitik.
Jauh setelah zaman prasejarah, tepatnya pada tahun 1980, di kampung Odel, Desa Kasunyatan sekitar 2 km sebelah selatan dari masjid Agung Banten ditemukan peninggalan zaman prasejarah. Benda-benda itu seperti beliung, gerabah, alat serpih, bilah dan lain sebagainya. Kemudian di daerah Tangerang, Cileduk juga ditemukan bukti-bukti yang lain.
Setelah masa bercocok tanam terlewati atau juga disebut zaman neolitik, masuklah zaman megalitik. Para ahli menafsirkan bahwa budaya ini masuk ke Indonesia dengan dua gelombang besar. Untuk yang pertama disebut gelombang megalitik tua, yang diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar 2.500-1.500 tahun sebelum masehi. Hal itu ditandai dengan banyaknya pendirian monument-monument dari batu, seperti menhir, undak batu dan patung-patung simbolis_monumental. Lantas gelombang kedua disebut megalitik muda, yang oleh para peneliti diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar awal abad pertama sebelum masehi. Sebagai peninggalan zaman ini adalah monument kubur peti batu, dolmen semu dan sarkofagus.
Di daerah Banten, peninggalan zaman ini terdapat di Serang, Pandegelang dan Lebak. Di Pandegelang dan Serang banyak ditemukan menhir, dolmen, batu gong, altar batu, batu bergores dan arca tipe Polinesia. Di Lebak pun demikian, banyak ditemukan peninggalan seperti di dua kabupataen tersebut. Bahkan juga ditemukan jenis punden berundak, Lebak Cibedug, Kosala dan punden Arca Domas.
Lebak Cibedug sampai sekarang masih bisa dijumpai di tanah perbukitan hutan lindung Taman Nasional Gunung Halimun. Yaitu berupa bangunan teras berundak disusun dari batu kali dan berorientasi barat timur. Bangunan peninggalan ini terdiri dari tiga bangunan berteras, yaitu halaman depan, halaman tengah dan halaman belakang(bangunan inti). Namun keseluruhan berjumlah sebelas teras.
Lebak Cibedug mempunyai ciri kehidupan yang terlihat dari lingga yang selama ini lebih dikenal sebagai menhir. Dan lingga itu tertancap di sungai Ciledug. Hal itu sebagai bukti bahwa pada zaman itu manusia prasejarah lebih cenderung hidup di dekat sungai. Di luar komplek itu, banyak juga ditemukan peninggalan zaman megalitik. Kebanyakan adalah menhir dan punden berundak, hal itu menjadikan bukti lahwa masyarakat prasejarah sudah mengalami kemajuan yang pesat.
Yang paling fenomenal, komplek Lebak Ciledug sampai sekarang masih dikeramatkan masyarakat yang mayoritas memeluk agama islam. Dalam kaitannya sebagai budaya peninggalan prasejarah sampai saat ini masih selalu dilakukan upacara yang dipimpim ketua adat “Abah Kolot”. Upacara yang mempunyai tujuan untuk memohon restu kepada leluhur supaya diberikan panen yang melimpah dan bebas dari gangguan hama. Itu menjadikan bukti peninggalan zaman megalitik.
Untuk menyimpan hasil panen, pada zaman itu masyarakat memasuki zaman gerabah. Mereka membuat tampat penyimpanan dengan membuat gerabah dari tanah liat. Namun karena pengetahuan masih minim gerabah pada zaman megalitik umumnya masih sangat rapuh. Mereka membuat gerabah tanpa alat bantu, pemanasan atau pembakaran pun hanya dengan suhu yang rendah. Hal itu yang mengakibatkan kualitas gerabah kurang baik. Dan penemuan gerabah paling tua terdapat di daerah Tangerang Banten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar